Rabu, 21 Mei 2008

1.2 Evaluasi menggunakan Simulasi Komputer-2

1.2.2 Komunikasi Point-to-Multipoint

Gambaran komunikasi point-to-multipoint ditunjukkan pada Gambar 1.11 berikut ini. Pada komunikasi point-to-multipoint, sebuah access point (AP) berkomunikasi dengan beberapa user terminal (UT). Mula-mula, user-user mengirimkan data informasi mereka menggunakan suatu protokol. Protokol didefinisikan antara sebuah AP dan beberapa UT. Pada beberapa kasus, tabrakan antara data informasi dari beberapa UT akan muncul. Dengan mendeteksi tabrakan dan menghitung jumlahnya, kita simulasikan throughput data yang ditransmisikan. Selanjutnya, waktu delay rata-rata untuk mengirimkan data informasi dari sebuah UT juga disimulasikan. Namun, walaupun tabrakan muncul, perbedaan level sinyal yang diterima cukup besar. Dalam kasus ini, data yang memiliki level sinyal terbesar diterima pada AP walaupun terjadi tabrakan. Efek ini disebut efek capture[1]. Jika kita mempersiapkan suatu data evaluasi antara level sinyal interferensi dan BER, FER, atau PER dalam simulasi komunikasi point-to-point, kita dapat mensimulasikan throughput dan waktu delay rata-rata dengan lebih terperinci pada lingkungan yang memiliki efek capture.

Sebagaimana ditunjukkan di atas, faktor-faktor berikut dievaluasi utamanya pada komunikasi point-to-multipoint di buku ini :
Throughput;
Waktu delay rata-rata;
Nilai-nilai ini dievaluasi dengan mengubah-ubah parameter-parameter berikut:
Jumlah UT;
Volume trafik yang ditawarkan;
Level dari efek capture.

Sebuah diagram alir representative ditunjukkan pada Gambar 1.12. Mula-mula, model trafik, yang merupakan model pembangkitan data pada tiap terminal, posisi AP, posisi UT, dan jumlah UT ditentukan. Kemudian, dalam sebuah program protokol akses, kita evaluasi throughput dan delay transmisi rata-rata dengan memutuskan apakah sebuah paket transmisi terkirim ke AP atau tidak.

1.2.3 Komunikasi multipoint-to-multipoint

Skema komunikasi multipoint-to-multipoint ditunjukkan pada Gambar 1.13. Pada komunikasi multipoint-to-multipoint, beberapa AP dan UT dipasang, serta probabilitas call-blocking dievaluasi sebagai sebuah topic evaluasi baru.
Call blocking muncul ketika sistem seluler yang ditunjukkan pada Gambar 1.13 dipertimbangkan. Pada sistem seluler ini, frekuensi yang digunakan pada sebuah zona seluler digunakan kembali pada zona seluler yang lain. Sinyal transmisi yang dibangkitkan UT yang terletak di satu zona seluler kadangkala berinterferensi dengan AP yang terletak di zona seluler lainnya yang menggunakan pita frekuensi yang sama. Level interferensi yang menyebabkan call blocking cukup besar. Dengan membuat suatu model simulasi dari komunikasi multipoint-to-multipoint, kita dapat mengevaluasi probabilitas dari call blocking.
Sebuah diagram alir representative untuk mengevaluasi probabilitas ditunjukkan pada Gambar 1.14. Mula-mula, posisi UT dan AP, jumlah UT, dan ukuran zona seluler ditentukan. Dalam waktu bersamaan, model trafik, sebuah model pembangkitan data pada tiap terminal, juga ditentukan.
Kemudian, dalam sebuah teknik manajemen resource terprogram, seperti metode alokasi frekuensi, sebuah zona seluler dikonfigurasi, serta rasio antara level sinyal yang diinginkan dan level sinyal yang tidak diinginkan diukur pada setiap AP. Rasio tersebut dihitung dengan mempertimbangkan faktor-faktor tertentu seperti posisi AP dan UT, level daya yang dikirim, penguatan dan pola antenna, serta tinggi antenna. Dengan membandingkan rasio dengan level ambang yang ditentukan, kita dapat memahami apakah call blocking terjadi atau tidak. Akhirnya, kita dapatkan probabilitas call blocking.
Sebagaimana telah ditunjukkan sebelumnya pada bagian ini, buku ini memperbolehkan pembaca untuk mengembangkan sebuah pengertian dalam mengevaluasi performansi transmisi pada komunikasi point-to-point, point-to-multipoint, dan multipoint-to-multipoint menggunakan simulasi komputer.

1.2 Evaluasi menggunakan Simulasi Komputer-1

Performansi dari beberapa sistem komunikasi wireless dapat dievaluasi menggunakan simulasi computer tanpa harus mengembangkan prototype serta melakukan percobaan lapangan. Buku ini memfokuskan diri pada evaluasi sistem komunikasi wireless digital. Model umum sebuah sistem komunikasi wireless digital dikategorikan ke dalam tiga jenis yakni: (1) komunikasi point-to-point, (2) komunikasi point-to-multipoint, dan (3) komunikasi multipoint-to-multipoint. Bab 1.2.1-1.2.3 menjelaskan detil ketiga model ini.

1.2.1 Komunikasi point-to-point

Konsep komunikasi point-to-point ditunjukkan pada Gambar 1.8 [35]. Pada komunikasi point-to-point, data informasi mula-mula dimasukkan pada sebuah enkoder sumber. Pada encoder ini, data informasi digititalisasi jika merupakan data analog. Jika volume data terdigitalisasi cukup besar, maka data akan dikompresi menggunakan beberapa metode pengenkodean. Motion Pictures Expert Group (MPEG) dan adaptive differential code modulation (ADPCM) merupakan contoh dari metode pengenkodean yang digunakan untuk data citra bergerak dan informasi suara. Kemudian, data digital yang dienkode- sumbernya dimasukkan pada sebuah encoder kanal untuk mengurangi kemunculan bit-error karena gangguan kanal komunikasi radio. Misalnya, teknik pengenkodean yang menggunakan error-correcting code (ECC), seperti kode konvolusional, kode Bose-Chaudhuri-Hocquenghem (BCH), atau kode Reed-Solomon; teknik penyisipan data pilot; dan pembentukan frame untuk mengestimasi karakteristik propagasi radio yang kesemuanya merupakan contoh-contoh yang representatif.

Selanjutnya, data digital yang dienkode kanalnya dimasukkan pada sebuah modulator digital dan diubah menjadi sinyal radio. Pengertian “modulasi” ialah pemvariasian komponen-komponen istimewa yang termasuk dalam gelombang sinyal carrier. Sinyal carrier secara umum dituliskan sebagai :
Di mana A(t), fc, dan q(t) masing-masing adalah amplitude yang bergantung waktu, frekuensi carrier radio, dan fase yang bergantung waktu dari sinyal gelombang carrier. Pada (1.1), kita memiliki tiga komponen istimewa yang mana nilainya dapat diubah-ubah oleh user. Yakni amplitude, frekuensi, dan fase. Jika kita mengubah amplitude dari (1.1), menurut data informasi digital, kita sebut skema modulasinya sebagai amplitude modulation (AM). Jika kita mengubah frekuensi dari (1.1), dengan data informasi , maka kita sebut skema modulasinya sebagai frequency modulation (FM). Terakhir, jika kita mengubah fase dari (1.1), menurut data informasi digital, kita sebut skemanya sebagai phase modulation (PM). Sinyal yang termodulasi ditunjukkan pada Gambar 1.9.
Proses modulasi dilakukan pada pita frekuensi yang lebih rendah sebagaimana pada pita frekuensi radio (RF) carrier. Pada beberapa kasus, kita gunakan pita frekuensi yang lebih rendah lagi di mana pemrosesan sinyal digital dapat dilakukan. Pita frekuensi tersebut disebut “baseband”. Jika digunakan pada baseband, kita memerlukan suatu upconversion pada pita RF carrier untuk membuat sebuah sinyal termodulasi. Jika pengubahan langsung cukup sulit, kita ubah sinyal mula-mula melalui suatu pita intermediate frequency (IF). Kemudian, sinyal digital yang termodulasi dikirimkan ke penerima melalui sebuah kanal radio.

Di penerima, sinyal yang diterima dimasukkan ke sebuah demodulator digital dan di-downconvert ke data digital baseband. Untuk pengkonversian, metode pengubahan sinyal yang diterima pada pita frekuensi carrier ke pita IF, dan kemudian diubah lagi ke baseband adalah yang paling populer. Kemudian, di baseband, level amplitude, frekuensi, atau fase dideteksi bagi masing-masing skema AM, FM, dan PM, dan akhirnya data yang dikirimkan diperbaiki kembali.
Selanjutnya, data digital yang terdeteksi dimasukkan ke dalam dekoder kanal, beragam amplitude dan fase yang disebabkan oleh kanal radio dikompensasi, dan ECC yang digunakan di pengirim juga didekodekan. Akhirnya, data yang didekodekan kanal dimasukkan ke dekoder sumber, serta data informasi yang terkirim diperbaiki kembali.
Buku ini mempertimbangkan model yang ditunjukkan pada Gambar 1.8. Bagian detil dari bagian yang diarsir pada Gambar 1.8 ditunjukkan pada Gambar 1.10, di mana elemen-elemen berikut ini dievaluasi:

Bit error rate (BER);
Frame-error rate (FER) -- jika pembentukan frame digunakan;
Packet-error rate (PER); -- jika pembentukan paket digunakan.

Nilai-nilai ini dievaluasi dengan mengubah parameter-parameter berikut:

Level gangguan di penerima;
Level sinyal yang diterima;
Lingkungan fading (seperti, level frekuensi Doppler);
Level sinyal interferensi.

Dengan sistem komunikasi digital wireless yang disimulasikan pada Gambar 1.10, pada beberapa kasus kiranya akan sulit mensimulasikan suatu skema modulasi dan demodulasi pada pita RF. Hal ini disebabkan oleh banyaknya data sampling yang dibutuhkan guna mengekspresikan sebuah sinyal termodulasi di pita RF. Sinyal termodulasi dipisahkan antara bagian frekuensi baseband dan bagian pita RF sebagai berikut:
Kita dapat meghapus bagian pita RF dari seluruh blok dan mendeskripsikan semua blok komponen pada Gambar 1.10 dengan sebuah notasi pada pita baseband dan melakukan evaluasi dengan simulasi computer. Jenis simulasi ini disebut simulasi pada sebuah sistem ekivalen lowpass. Hubungan antara sistem pita RF dan sistem ekivalen lowpass juga ditunjukkan pada Gambar 1.10. Dengan menggunakan simulasi komputer pada sistem ekivalen lowpass, kita dengan mudah dapat mengevaluasi beberapa performansi pengiriman data pada komunikasi point-to-point.
Akhirnya, sebuah diagram alir representatif untuk mendapatkan beberapa topik yang dievaluasi, seperti BER, FER, dan PER, ditunjukkan pada Gambar 1.10. Secara berurutan, mula-mula data informasi digital acak dibangkitkan pada generator data masukan. Kemudian, data ini diformat sebagai sebuah paket atau frame jika diperlukan di encoder kanal. Selanjutnya, data terformat dimodulasi pada modulator baseband digital. Kemudian, sinyal baseband termodulasi dimasukkan ke blok kanal-radio yang diperikan oleh model ekivalen lowpass. Pada blok penerima, sinyal yang dikirimkan yang diekspresikan oleh sistem ekivalen lowpass didemodulasi di demodulator baseband digital dan data, frame, atau paket digital yang dikirimkan diperbaiki kembali pada blok dekoder kanal. Akhirnya, data, frame, atau paket yang didemodulasi dibandingkan dengan yang dikirimkan serta didapatkan BER, FER, ataupun PER.

Senin, 19 Mei 2008

1.1 Sejarah komunikasi bergerak-2

Generasi pertama komunikasi bergerak selular dikembangkan pada tahun 1980 hingga 1990. Dalam periode ini, penelitian dan pengembangan (R&D) terpusat di sekitar sistem komunikasi selular analog. Tabel 1.2 meringkas sistem-sistem komunikasi selular analog ini.
Gambar 1.1 Konsep zona selular

Di Amerika, sebuah layanan komunikasi selular bergerak analog yang disebut advanced mobile phone service (AMPS) dimulai pada bulan Oktober 1983 di Chicago [6].
Di Eropa, beberapa layanan komunikasi selular bergerak juga dimulai. Di Norwegia, Nordic Mobile Telephones (NMT) berhasil mengembangkan sistem komunikasi selular bergerak analog yakni: NMT-450 [7].
Di Inggris Raya, Motorola mengembangkan sistem komunikasi selular bergerak analog yang disebut total access communication system (TACS) berdasarkan AMPS pada periode 1984-1985. Pada tahun 1983, NMT mulai menggunakan modifikasi NMT-450 yang disebut NMT-900. Selanjutnya, C-450, RTMS, dan Radiocom-2000 berturut-turut diperkenalkan di Jerman, Itali dan Perancis.

Tabel 1.2
Ringkasan sistem radio selular analog


Sementara itu di Jepang, Nippon Telephone and Telegraph (NTT) mengembangkan sebuah sistem komunikasi selular bergerak pada pita frekuensi 800 MHz dan mulai melayani di Tokyo pada bulan Desember 1979. Selanjutnya, sebuah modifikasi dari TACS yang diubah pita frekuensinya untuk disesuaikan dengan perencanaan frekuensi Jepang dan disebut sebagai JTACS juga diperkenalkan pada bulan Juli 1989. Berikutnya, narrowband TACS (NTACS), yang mampu mengurangi pita frekuensi yang dibutuhkan setengahnya, mulai melayani pada Oktober 1991.
Sejauh ini, kita telah menunjukkan evolusi sistem komunikasi selular bergerak analog. Namun, ketidakompatibelan berbagai system mengakibatkan roaming. Hal ini berarti para user harus menukar perangkat terminalnya ketika mereka pindah ke Negara lainnya. Sebagai tambahan, system komunikasi selular bergerak analog tidak mampu memastikan kapasitas yang mencukupi untuk meningkatkan jumlah user, dan kualitas suaranya kurang begitu bagus.
Untuk memecahkan masalah ini, R&D dari sistem komunikasi selular bergerak berdasarkan skema transmisi radio digital dimulai. Sistem komunikasi bergerak yang baru ini menjadi dikenal sebagai system komunikasi bergerak generasi kedua, sehingga era selular analog diresmikan menjadi system komunikasi bergerak generasi pertama. Tabel 1.3 meringkas sistem-sistem radio selular digital.
Di Eropa, global system for mobile communication (GSM), yakni sebuah system komunikasi selular digital baru yang memperbolehkan roaming internasional dan menggunakan pita frekuensi 900 MHz, memulai layanannya pada tahun1992. Pada tahun 1994, DCS-1800, yakni GSM yang telah dimodifikasi yang menggunakan pita frekuensi 1.8 GHz, diluncurkan.
Di Amerika Utara, system komunikasi selular digital IS-54 distandarkan pada tahun 1989. Selanjutnya, standar tersebut direvisi mencakup layanan dual-mode antara system komunikasi analog dan digital serta diperkenalkan ulang pada tahun 1993 dengan nama DAMPS, atau IS-136. Sebagai tambahan, IS-95, yakni system yang distandarkan pertama kali menggunakan code-division multiple access (CDMA), memulai layanannya pada tahun 1993.
Di Jepang, sistem komunikasi selular digital atau personal digital cellular (PDC) yang menggunakan pita frekuensi 800 dan 1500 MHz memulai layanannya masing-masing pada tahun 1993 dan 1994.
Sebagai tambahan untuk system-sistem digital di atas, pengembangan teknologi cordless digital yang baru memberikan kelahiran bagi system generasi-suplemen-kedua, yang dinamakan, personal handy-phone system (PHS) – awalnya PHP – di Jepang, digital enhanced (awalnya Eropa) cordless telephone (DECT) di Eropa, dan personal access communication service (PACS) di Amerika Utara. Tabel 1.4 meringkas system generasi -suplemen-kedua [8, 9] dan menunjukkan cordless telecommunications, generasi kedua (CT2) dan CT2+. Deskripsi detail dari CT2 dapat ditemukan di [10, 11], di mana CT2+ merupakan pengembangan orang-orang Kanada atas air interface umum bagi CT2.
Pada generasi kedua system komunikasi bergerak, standarisasi umum dari beberapa regional, seperti di Eropa dan Amerika Utara, mengizinkan realisasi dari roaming parsial. Keuntungan ini merupakan ciri khas system generasi kedua dibandingkan dengan system generasi pertama. Kehadiran standar umum ini memberikan para user kemudahan dalam roaming internasional. Para user menjadi berhasrat untuk melihat standarisasi dunia.

Tabel 1.3
Ringkasan Sistem-sistem Selular Radio Digital

Selama selang waktu dari tahun 1990 – 2000, gaya komunikasi kabel sebagamana komunikasi nirkabel keduanya berubah disebabkan inovasi pemrosesan sinyal digital. Selama periode tersebut, seluruh informasi baik berupa suara, data, gambar, dan gambar bergerak dapat didigitalisasi, dan data yang didigitalisasi tersebut dapata dikirimkan melalui jaringan computer seluruh dunia seperti Internet. Para user yang bergerak juga berhasrat untuk dapat mengirimkan data terdigitalisasi tertentu pada suatu jaringan komunikasi bergerak juga. Namun, pada system komunikasi bergerak generasi kedua, laju transmisi data sangatlah terbatas, sehingga menciptakan kebutuhan system komunikasi bergerak laju tinggi yang baru. Dengan tujuan ini, R&D dalam system komunikasi bergerak generasi ketiga dimulai pada tahun 1995. R&D yang bermunculan pada periode 1995 – 2000 dapat dikategorikan menjadi dua area yakni: (1) Sistem selular digital laju-tinggi yang berstandar internasional bagi mobilitas seperti pada generasi kedua dan (2) sistem akses-bergerak broadband bagi mobilitas rendah.
Pada area yang pertama, IMT-2000 telah menjadi standar. IMT-2000 mempunyai sasaran untuk merealisasikan kecepatan data 144 Kbps, 384 Kbps dan 2 Mbps masing-masing pada lingkungan mobilitas tinggi, mobilitas rendah, dan stasioner. Gambar 1.2 menunjukkan bayangan dari konsep IMT-2000.
Pada IMT-2000, yang berbasis CDMA, tiga skema akses-radio telah distandarkan yakni: (1) direct-sequence CDMA (DSCDMA)-frequency division duplex (FDD) (DSCDMA-FDD), (2) multicarrier CDMA (MCCDMA)-FDD (MCCDMA-FDD), dan (3) direct-sequence CDMA (DSCDMA) – time division duplex (TDD) (DSCDMA-TDD). WCDMA dari NTT Docomo dan Ericsson beserta CDMA2000 dari Qualcomm diajukan ke ITU [12,13]. Kebutuhan dasarnya ditunjukkan pada Tabel 1.5. IMT-2000 mengadopsi sistem CDMA yang, dengan memperbaiki laju kode transmisi (chip rate), memberikan kemampuan yang menawarkan roaming yang mendunia. Terlebih lagi, karena laju transmisi data dari sistem komunikasi bergerak generasi ketiga (yaitu 144 Kbps – 2 Mbps) lebih tinggi daripada laju di generasi kedua (yakni kurang dari 64 Kbps), user dapat melakukan komunikasi berbasis citra bergerak sebagaimana suara dan komunikasi sata menggunakan sebuah terminal mobile.

Beberapa sistem akses wireless kecepatan tinggi telah distandarkan [14]. Kebutuhan dasar sistem ini ditunjukkan pada Tabel 1.6. Gambar 1.3 menunjukkan bayangan dari sistem akses wireless kecepatan tinggi tersebut. Sebagaimana tercantum pada Tabel 1.6, kebanyakan sistem yang distandarkan dapat melakukan transmisi di atas 10 Mbps. Hal ini terutama terjadi pada penggunaan pita frekuensi 5 GHz di mana: suatu sistem akses wireless kecepatan tinggi berbasis orthogonal frequency-division multiplexing bias memberikan laju transmisi beberapa puluh megabit per sekon [14]. Dengan menggunakan skema akses-mobile tertentu, laju transmisi data broadband, sebesar puluhan megabit per sekon, dapat dilakukan pada jaringan komunikasi wireless sebagaimana pada jaringan kabel.

Sistem akses wireless kecepatan ultra-tinggi yang dapat memberikan laju beberapa puluh hingga ratusan megabit per sekon sebagai pendukung transmisi data merupakan sasaran bagi R&D yang baru.
Pada program Advanced Communications Technologies and Services (ACTS) di Eropa, terdapat empat proyek R&D yang didanai oleh Uni-Eropa sedang berjalan, yaitu Magic Wand [wireless ATM (WATM) network demonstation], ATM wireless access communication system (AWACS), system for advanced mobile broadband application (SAMBA), dan wireless broadband customer premises local area network (CPN/LAN) for professional and residential multimedia applications (MEDIAN) [14-23].
Di Amerika Serikat, suatu seamless wireless network (SWAN) dan broadband adaptive homing ATM architecture (BAHAMA) bersama dengan dua proyek lainnya di Bell Laboratories serta WATM network (WATMnet) sedang dikembangkan di computer and communication (C&C) research laboratories of Nippon Electric Company (NEC) di Amerika Serikat [15-19].
Di Jepang, communication Research Laboratoty (CRL) di bawah naungan Kementrian Pos dan Telekomunikasi sedang sibuk dengan beberapa proyek R&D, seperti sistem komunikasi bergerak broadband [24] pada pita frekuensi super-tinggi (SHF) (yakni dari 3 GHz hingga 10 GHz) dengan laju bit kanal hingga 10 Mbps yang transmisinya mencapai 5 Mbps di lingkungan mobillitas tinggi pada saat kecepatan kendaraan adalah 80 Km/jam [25,26]. Terlebih lagi, wireless LAN indoor kecepatan tinggi menggunakan pita gelombang millimeter untuk mencapai sasaran laju bit hingga 155 Mbps [27, 28] juga telah diteliti, serta wireless LAN point-to-multipoint dikembangkan untuk mencapai laju transmisi 156 Mbps menggunakan protokol orisinil yang dinamakan reservation-based slotted idle signal multiple access (RS-ISMA) [29].

Gambar 1.3 Gambaran sebuah sistem akses nirkabel kecepatan tinggi

Sebagai sebuah sistem komunikasi bergerak yang membutuhkan kemampuan transmisi broadband, seperti kecepatan beberapa megabit per sekon hingga 10 Mbps, pada lingkungan yang mobilitasnya tinggi, intelligent transport system (ITS) merupakan contoh yang paling representatif [30-34].
Pada ITS, terdapat banyak skema komunikasi, di mana global positioning service (GPS) merupakan aplikasi yang paling terkenal. Namun, saat ini, standarisasi sistem dedicated short-range communication (DSRC) telah mengalami kemajuan. Sistem DSRC menggunakan pita industrial, scientific dan medical (ISM) yakni 5.725 – 5.875 GHz untuk menjalankan suatu sistem komunikasi kendaraan ke jalan, jarak dekat (hingga 30m). Gambaran, aplikasi dan alokasi spektrum pada DSRC ditunjukkan masing-masing pada gambar 1.4-1.6 [31].
Untuk menjalankan DSRC, Comite Europeen de Normalisation (CEN) di Eropa, American Society for Testing and Materials (ASTM) dan IEEE di Amerika Utara, serta ARIB di Jepang mengorganisir komite standarisasi bagi DSRC. Bagi skema transmisi data, rekomendasi International Telecommunication Union-Radiocommunication (ITU-R) M.1453 menyarankan dua metode yakni: metode aktif dan hamburan-balik [31]. Kebutuhannya ditunjukkan pada Tabel 1.7 [31]. Berdasarkan rekomendasi tersebut, beberapa aplikasi sedang dipertimbangkan. Gambar 1.5 menunjukkan beberapa contoh aplikasi yang dituju. Selanjutnya, sistem komunikasi mobilitas-penuh dan kuasi-bergerak juga sedang dipertimbangkan.
Ada banyak sekali skema modulasi dan demodulasi, sebagaimana protokol yang digunakan pada komunikasi bergerak sebagaimana telah dipaparkan di awal bab ini. Hubungan antara sistem komunikasi generasi pertama, kedua, dan ketiga, sistem akses wireless kecepatan tinggi dan kecepatan sangat tinggi, serta ITS ditunjukkan oleh gambar 1.7.
Selanjutnya kita, kadangkala membandingkan performansi sebuah sistem baru dengan yang lama dalam lingkungan umumnya. Simulasi komputer merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mengevaluasi performansi dari beberapa sistem dalam lingkungan umumnya.

1.1 Sejarah komunikasi bergerak-1

Keberhasilan perkembangan komunikasi bergerak telah membuat alur utama sejarah komunikasi nirkabel. Pada sejarahnya, ketika sebuah sistem komunikasi bergerak akan distandarkan, banyak sekali proposal sistem yang masuk ke badan-badan standarisasi. Kemudian, proposal-proposal ini dievaluasi menggunakan simulasi computer atau prototipe-prototipe. Akhirnya, satu atau beberapa sistem standar dipilih. Sistem komunikasi bergerak yang distandarkan mencakup banyak sekali konsep-konsep penting, dan selanjutnya, sebuah survey sejarah merupakan cara yang paling baik dalam memahami hal-hal utama yang menjadi kunci pada sistem komunikasi bergerak saat ini.
Sejarah komunikasi bergerak dapat dikategorikan menjadi tiga periode: (1) era pionir, (2) era praselular, dan (3) era selular [1].
Di era pionir, sejumlah penelitian dan pengembangan fundamental di bidang komunikasi nirkabel mengambil bagian. Postulat gelombang elektromagnetik (EM) oleh James Clerk Maxwell pada tahun 1860 di Inggris, demonstrasi keberadaan gelombang ini oleh Heinrich Rudolf Hertz pada 1880 di Jerman, dan penemuan dan demonstrasi pertama kali telegrafi nirkabel oleh Guglielmo Marconi pada 1890 di Itali merupakan contoh-contoh yang dapat merepresentasikan dari Eropa [2],[3]. Selanjutnya, di Jepang, Divisi Penelitian Telegraf Radio dibentuk sebagai bagian dari Laboratorium Elektroteknik di Departemen Komunikasi dan mulai meneliti telegrafi nirkabel pada tahun 1896.
Dari penelitian-penelitian fundamental di atas dan hasil pengembangan pada telegrafi nirkabel, penerapan telegrafi nirkabel pada komunikasi bergerak dimulai sejak tahun 1920. Periode yang disebut, era praselular, dimulai oleh pemasangan sistem telepon nirkabel bergerak berbasis darat (land-based) pada tahun 1921 oleh Departemen Kepolisian Detroit untuk mengatur mobil-mobil patroli, yang diikuti oleh Departemen Kepolisian New York pada tahun 1932 [4]. Sistem ini beroperasi pada pita frekuensi 2-MHz. Sayangnya, selama perang dunia II, perkembangan teknologi komunikasi radio menurun secara drastis.
Pada tahun 1946, kemudian, sistem telepon bergerak komersil pertama, yang bekerja pada pita frekuensi 150 MHz, dipasang oleh Laboratorium Telepon Bell di St.Louis [1,4]. Sistem yang didemonstrasikan merupakan sebuah sistem komunikasi analog sederhana menggunakan pertukaran telepon yang dioperasikan secara manual.

Tabel 1.1
Sejarah komunikasi bergerak

Berikutnya, pada tahun 1969, sebuah sistem dupleks komunikasi bergerak dibuat pada pita frekuensi 450 MHz. Pertukaran telepon pada sistem yang dimodifikasi ini dioperasikan secara otomatis [5]. Sistem baru ini, yang disebut improved mobile telephone system (IMTS), secara luas terpasang di Amerika Serikat. Namun, karena daerah cakupannya yang luas, sistem tersebut tidak mampu mengatur jumlah pengguna yang besar atau mengalokasikan pita frekuensi yang tersedia dengan efisien.
Konsep zona selular dikembangkan untuk menanggulangi masalah ini menggunakan karakteristik propagasi gelombang radio. Konsep tersebut ditunjukkan pada Gambar 1.1. Sebuah kanal frekuensi dalam satu zona selular digunakan juga pada zona lainnya. Namun, jarak antara zona-zona selular yang menggunakan kanal frekuensi yang sama cukup jauh guna memastikan probabilitas interferensinya cukup rendah. Penggunaan konsep baru zona selular ini dibuka pada era ketiga, yang dikenal sebagai era selular.

Wireless Communication Technology

Wireless Communication Technology Map WLAN (Wi-Fi) Quick Guide (Printed)